Senin, 07 Desember 2009

Ujian Nasional masih akan diadakan tahun ini. Demikian dinyatakan Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh di Jakarta, Kamis (26/11), menyusul keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan pelaksanaan Ujian Nasional bagi siswa sekolah. Pemerintah juga tetap akan menempuh upaya hukum terakhir dengan mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan MA tersebut [baca: Pemerintah Akan Ajukan PK Pembatalan Ujian Nasional].

Sementara sebagian kepala sekolah dan guru di Bali mengaku belum mendapat petunjuk dari Dinas Pendidikan menyusul pembatalan UN. Kepala Sekolah Menengah Pertama Saraswati I, Bali, Agung Adyani, misalnya. Ia mengaku belum mendapat pemberitahuan resmi mengenai masalah ini. Namun bilapun UN ditiadakan, Agung mendukung dan bersyukur karena tidak lagi menjadi beban bagi para siswa.

Hal serupa juga disampaikan guru SMP Negeri 6 Temanggung, Jawa Tengah, Rososarkoro. Dia menentang pelaksanaan UN karena terlalu banyak merugikan dunia pendidikan.

Berbeda dengan Kepala Sekolah Dasar Sampangan Semarang, Jateng, Damsriyati. Ia menilai pembatalan UN tidak tepat. Walau bagaimanapun, menurut Damsriyati, UN menumbuhkan kompetisi mutu secara positif pada masing-masing sekolah

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) berencana menaikkan lagi standar kelulusan Ujian Nasional (UN) pada 2010. Ketua BSNP, Prof Mungin Eddy Wibowo di Semarang, Senin (29/6) mengatakan, standar kelulusan UN setiap tahun memang selalu mengalami kenaikan. “Tahun lalu standar kelulusan 5,25, naik menjadi 5,5 tahun ini, dan rencananya pada 2010 akan dinaikkan lagi,” katanya.

Menurut dia, kenaikan standar kelulusan UN didasarkan pada standar pendidikan nasional dan diharapkan dapat memacu motivasi peserta didik dan guru. “Kenaikan standar kelulusan UN juga dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat pembelajaran dan proses pencapaian pendidikan,” katanya. Namun, menurut dia, BSNP tetap akan melihat dan mempertimbangkan keragaman pencapaian pendidikan di setiap daerah yang akan dianalisis dan dievaluasi.

Menurut dia, ada tiga pihak yang dapat melakukan penilaian pendidikan. Pertama pendidik lewat ulangan atau tugas, kedua satuan pendidikan lewat ujian sekolah, dan terakhir pemerintah lewat UN. Karena itu, salah satu pencapaian pendidikan yang dapat dijadikan tolok ukur adalah tingkat kelulusan UN. “Tingkat kelulusan UN di setiap daerah memang bervariasi, namun secara umum menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan tahun lalu,” katanya.

Padahal, kata dia, standar kelulusan dari semula sebesar 5,25 untuk rata-rata seluruh mata pelajaran yang diujikan, dinaikkan menjadi sebesar 5,5 pada tahun ini. Ia mengatakan, kenaikan tingkat kelulusan UN secara umum tersebut menunjukkan peningkatan standar pendidikan nasional dan pencapaian satuan pendidikan di beberapa daerah.

Selain itu, kata dia, kenaikan standar UN juga akan dipertimbangkan dari beberapa aspek, antara lain standar isi, standar kompetensi lulusan, standar pendidik, dan standar proses. Mungkin belum menetapkan besaran kenaikan standar kelulusan UN pada 2010.

Ia mengatakan, BSNP perlu membicarakan dan menganalisis lebih dulu hasil-hasil yang dicapai oleh setiap satuan pendidikan di seluruh daerah untuk menentukan besar standar kelulusan UN nantinya. “Tapi, kami memastikan kenaikan standar kelulusan UN tidak akan dilakukan secara drastis, namun akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan berbagai aspek,” katanya. (Republika)

Tahun akhir di sekolah merupakan saat-saat tergenting bagi para siswa. Ke manakah mereka selanjutnya? Bagaimana menghadapi ujian akhir? Bukan hanya anak-anak saja yang menjadi stres, melainkan juga para orang tua. Setumpuk harapan jelas mereka embankan di pundak anak-anak mereka. Mulai NEM (nilai ebatanas murni) harus tinggi, hingga harus masuk sekolah favorit. Tidak hanya tuntutan, tetapi kemudian orang tua lebih bersifat protektif dan menjalankan disiplin yang ketat.

Contohnya Mulyati, 37, ia memiliki seorang putra yang kini duduk di kelas enam SD dan kini sang anak telah ia daftarkan ke sebuah bimbingan belajar (bimbel) di dekat rumahnya. "Begitu anak saya naik kelas enam, saya segera cari info tentang bimbel yang bagus, tetapi tentu saja terjangkau dan memiliki jaminan dalam membantu anak saya menghadapi ujian akhir," sahut ibu dua anak yang biasa disapa Bu Mul.

Selain memasukkan ke bimbel ternyata Bu Mul menerapkan disiplin untuk anaknya. Bukan hanya jam main putranya yang ia batasi, melainkan juga waktu untuk menonton teve.

Lain lagi pengalaman Ibu Hadi, 40, yang putrinya sekarang duduk di kelas 3 SLTP. Ibu tiga anak ini pun mendaftarkan putrinya untuk ikut bimbel dan mengikuti pelajaran tambahan yang diadakan sekolahnya.

Bimbel memang alternatif pilihan untuk menambah pengetahuan siswa di luar jam sekolah. Banyak iklan yang bertebaran di koran menawarkan program pembelajaran di bimbel. Orang tua pun menganjurkan pada anak-anaknya untuk mengasah ketajaman daya pikirnya, agar mencapai target kelulusan. Menjelang ujian akhir nasional (UAN) ini, tentu saja bimbel akan ramai dipenuhi mereka yang menaruh harapan agar bimbel dapat membantu keberhasilannya.

Manfaat bimbel
Peran bimbel memang kemudian dirasakan menjadi sebuah kebutuhan, terutama jika orang tua mempunyai keterbatasan waktu dan pendidikan. Banyak bimbingan belajar yang menawarkan beragam program untuk menghadapi ujian akhir. Primagama contohnya, bimbel ini menerapkan konsep perbaikan, pengayaan dan konsultasi dengan metode smart solution. Metode ini menurut Manajer Area Jabotabek Primagama Siyamto Hendro, akan membawa siswa pada suasana belajar yang menyenangkan dan menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri. Karena siswa diajak berpikir kreatif, menemukan solusi suatu permasalahan.

Dan untuk menumbuhkan kepercayaan orang tua, Hendro menambahkan bahwa Primagama menawarkan fasilitas pembelajaran yang mendukung. Seperti sarana belajar berupa panduan belajar dan paket soal latihan yang dikemas secara sistematis dan disesuaikan dengan kurikulum sekolah.

Tetapi, Hendro menambahkan bahwa suksesnya pendidikan seorang siswa merupakan hasil sinergi dari orang tua siswa, sekolah dan masyarkat (bimbel). "Orang tua sebagai pendorong belajar ketika siswa di rumah, sekolah lebih kepada memberikan konsep dasar yang mantap, sedangkan kami lebih menitikberatkan pada latihan-latihan soal, jika proses pembelajaran berlangsung dengan baik, pasti hasil proses itu akan masksimal," tegas Hendro.

Pak Siskandar, Kepala Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menyatakan, selama kurikulum tidak berlawanan dengan tujuan untuk menguasai pengetahuan lebih baik lagi, maka pendirian bimbel tidak menjadi persoalan. Bimbel merupakan sinergi dari yang diajarkan di sekolah. Gejala banyaknya murid yang mengikuti bimbel di Jakarta, menurutnya sama dengan di Jepang dan Korea," Ini muncul karena tingginya persaingan masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, terutama universitas. Orang tua dan anak yang ingin memperoleh tempat pendidikan yang diharapkan, langsung masuk ke bimbel."

Dikatakan Siskandar, bimbel adalah bagian kecil dari pendidikan. Yang diajarkan bimbel umumnya soal teknik mengerjakan soal. Masyarakat menganggap sekolah belum cukup, padahal sebenarnya mereka harus menaruh kepercayaan pada sekolah sebagai lembaga pendidikan utama. Bimbel adalah unsur tambahan, didukung oleh kualitas anak. Ketiga faktor ini dapat menjadi pendukung keberhasilan anak. "Sampai kini tak ada bimbel yang kurikulumnya berlawanan dengan kurikulum Depdiknas."

Murid bingung
Sementara itu, dari pihak sekolah Kepala SMU Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta (PSKD) Drs Somuntul Rumapea berujar, "Bimbel bagus buat anak-anak sebagai penambah pembelajaran, karena di sana materi pelajaran kembali diulang dan dilatih. Ini cukup efektif untuk tujuan menghadapi UAN. "Kendala bagi siswa yang ingin menambah jam belajar di bimbel, terletak pada biaya yang tidak semua mampu penuhi. Ada juga yang mengharapkan bocoran soal-soal UAN dari bimbel. Efek negatif ini yang harus dihindari siswa,"ujarnya.

Sedangkan Ibu Indarti, guru bahasa Indonesia SMP Budi Mulia, Bogor menyatakan bahwa kebutuhan mengikuti bimbel tergantung pada masing-masing anak. Jika ia merasa perlu, ia akan masuk bimbel. "Jika tidak, apa yang diajarkan di sekolah sudah cukup buatnya," tutur Indarti.

Menurutnya, apa yang diajarkan di bimbel kadang tidak sinkron dengan yang diberikan sekolah. Misalnya pengerjaan soal matematika yang sama, tetapi diajarkan dengan cara penyelesaian soal yang berbeda di sekolah dan bimbel. "Ini membuat murid bingung. Mungkin bagi yang pandai tidak menjadi soal. Tetapi, bagaimana dengan yang tidak mengerti?" kata Indarti.

Ibu Mulyati, guru Tata Negara SMU I Bogor mengatakan, materi yang diberikan sekolah sudah cukup. Apalagi SMU I juga mewajibkan para siswa mengikuti tambahan bimbingan belajar di luar jam sekolah bagi yang akan ikut UAN. Setelah liburan semester ini, jam tambahan akan dimulai. Siswa diberikan latihan-latihan soal. "Kelulusan anak, kembali lagi kepada usaha para murid sendiri. Jadi, tidak tergantung pada masuk tidaknya mereka ke bimbel,"ujar Mulyati